Maulana Jalaludin Rumi, seorang sufi besar dari abad ke-13, adalah nama yang tak lekang oleh zaman. Ia bukan hanya penyair, tetapi juga seorang guru spiritual yang menyalurkan kebijaksanaan lewat kata-kata penuh cinta dan makna. Puisi-puisi Rumi telah menembus batas ruang, waktu, bahkan agama. Hingga kini, karyanya terus dibaca, ditafsirkan, dan memberi inspirasi bagi jutaan orang di berbagai belahan dunia.

Puisi yang Lahir dari Spiritualitas
Rumi menulis bukan sekadar untuk keindahan bahasa, melainkan sebagai cermin perjalanan rohaninya menuju Tuhan. Baginya, puisi adalah jembatan untuk menyampaikan kerinduan, cinta, dan penyatuan dengan Sang Pencipta. Setiap bait puisinya seolah menyimpan getaran yang mampu menggugah hati pembaca.
Salah satu tema besar dalam puisinya adalah cinta ilahi. Bagi Rumi, cinta adalah jalan menuju kebenaran. Ia menulis: “Cinta adalah jembatan antara engkau dan segala sesuatu.” Dari ungkapan ini, kita belajar bahwa cinta bukan sekadar emosi, melainkan energi yang menyatukan manusia dengan semesta.
Simbolisme dalam Karya Rumi
Rumi banyak menggunakan simbol-simbol dalam puisinya: anggur sebagai ekstasi rohani, tarian sebagai gerakan jiwa, dan musik sebagai bahasa universal yang menghubungkan manusia dengan Tuhan. Tak heran, ajaran Rumi kemudian melahirkan tradisi Whirling Dervishes—tarian sufi berputar yang melambangkan perjalanan ruh mencari kesempurnaan.
Dengan simbolisme ini, Rumi mengajarkan bahwa kehidupan sehari-hari pun bisa menjadi sarana untuk merasakan kehadiran Tuhan. Bahkan dalam kesedihan dan keterpisahan, ada makna yang lebih dalam bila kita memandangnya dengan mata cinta.
Rumi di Zaman Modern
Meskipun hidup berabad-abad lalu, puisi Rumi tetap relevan di zaman modern. Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, kata-katanya mengingatkan kita akan keheningan batin. Di tengah perselisihan, puisinya mengajarkan toleransi dan kasih. Bahkan di antara ketidakpastian hidup, puisi Rumi memberi harapan bahwa di balik kesulitan selalu ada cahaya.
Kini, karya Rumi banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Buku-buku berisi kumpulan puisinya menjadi bacaan wajib bagi pencinta sastra, filsafat, hingga pencari spiritualitas. Tak jarang, kutipan Rumi juga menghiasi media sosial, menandakan betapa kuatnya resonansi kata-katanya dengan jiwa manusia lintas zaman.
Semesta yang Terbuka
Membaca Rumi adalah memasuki semesta luas, tempat kata menjadi cahaya, dan makna menjadi jembatan menuju kedalaman jiwa. Di dalamnya, kita menemukan bahwa puisi bukan hanya seni, melainkan pengalaman spiritual yang menuntun manusia kepada kebijaksanaan.
Rumi mengajarkan: “Jangan puas hanya dengan cerita orang lain. Bukalah mitosmu sendiri.” Kalimat ini seolah mengajak kita untuk tidak berhenti hanya sebagai pembaca, tetapi juga pencipta makna dalam hidup kita masing-masing.
Penulis: Hari Susanto
0 Komentar